CONTOH KASUS :
TEMPO.CO, Semarang - Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Semarang membubarkan 46 unit koperasi yang dinilai tak produktif dan cenderung vakum. “Ada 46 unit koperasi yang kami bubarkan,” kata Kepala Dinas Koperasi UMKM Semarang, Litani Satyawati, sebelum mengikuti rapat koordinasi dengan Komisi Perekonomian Dewan Perwakilan Rakyat Kota Semarang, Jumat, 15 November 2013.
Dari 46 unit itu, tahun ini ada 24 unit koperasi yang dibubarkan. Koperasi itu tak melakukan kegiatan usaha maupun mengirimkan rencana anggaran biaya. “Itu syarat pembubaran, karena jelas tak memenuhi syarat penting itu, ya, dibubarkan,” kata dia.
Saat ini tercatat ada 1.035 koperasi di Kota Semarang. Dari jumlah itu, sebanyak 854 koperasi dalam kondisi sehat. Dengan begitu, dia menilai sebanyak 20 persen atau sisanya tak sehat. Pemerintah Kota Semarang terus mendata ulang, dengan konsekuensi akan membubarkan jika tak bisa diperbaiki. “Mending ngurusi yang sehat,” katanya.
Ketua Komisi Perekonomian DPRD Kota Semarang, Yearsi Ferdian, mendukung langkah itu untuk menghindari kerugian. “Sikap tegas itu juga mengantisipasi potensi kredit macet UMKM di Kota Semarang yang mencapai Rp 1,5 miliar,” kata Yearsi.
Dia meminta Pemerintah Kota Semarang mampu menghadapi tantangan kredit macet itu untuk menyelesaikan persoalan sirkulasi permodalan usaha kecil. Pemerintah diminta melakukan validasi dan verifikasi ke sejumlah koperasi yang dinilai bermasalah. “Ini untuk mempertahankan pendanaan bergulir bersumber dari APBD yang nilainya mencapai Rp 4,7 miliar,” katanya.
(sumber :
TANGGAPAN SAYA :
Menurut tanggapan saya sesuai contoh kasus diatas adalah, seharusnya pemerintah daerah Semarang meninjau dahulu sebelum ada pihak yang ingin membangun sebuah koperasi. Apakah pihak tersebut bertanggung jawab atau tiodak, prospek dari koperasi tersebut, program yang akan dilakukan oleh koperasi, dsb. Agar tidak terjadi kasus demikian, yaitu banyak koperasi yang tercatat namun ada yang tidak aktif cenderung vakum. Padahal, koperasi memiliki peran penting dalam perekonomian masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Diharapkan, di Semarang atau didaerah manapun di Indonesia tidak akan terjadi kembali hal yang demikian.
TEMPO.CO, Semarang - Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Semarang membubarkan 46 unit koperasi yang dinilai tak produktif dan cenderung vakum. “Ada 46 unit koperasi yang kami bubarkan,” kata Kepala Dinas Koperasi UMKM Semarang, Litani Satyawati, sebelum mengikuti rapat koordinasi dengan Komisi Perekonomian Dewan Perwakilan Rakyat Kota Semarang, Jumat, 15 November 2013.
Dari 46 unit itu, tahun ini ada 24 unit koperasi yang dibubarkan. Koperasi itu tak melakukan kegiatan usaha maupun mengirimkan rencana anggaran biaya. “Itu syarat pembubaran, karena jelas tak memenuhi syarat penting itu, ya, dibubarkan,” kata dia.
Saat ini tercatat ada 1.035 koperasi di Kota Semarang. Dari jumlah itu, sebanyak 854 koperasi dalam kondisi sehat. Dengan begitu, dia menilai sebanyak 20 persen atau sisanya tak sehat. Pemerintah Kota Semarang terus mendata ulang, dengan konsekuensi akan membubarkan jika tak bisa diperbaiki. “Mending ngurusi yang sehat,” katanya.
Ketua Komisi Perekonomian DPRD Kota Semarang, Yearsi Ferdian, mendukung langkah itu untuk menghindari kerugian. “Sikap tegas itu juga mengantisipasi potensi kredit macet UMKM di Kota Semarang yang mencapai Rp 1,5 miliar,” kata Yearsi.
Dia meminta Pemerintah Kota Semarang mampu menghadapi tantangan kredit macet itu untuk menyelesaikan persoalan sirkulasi permodalan usaha kecil. Pemerintah diminta melakukan validasi dan verifikasi ke sejumlah koperasi yang dinilai bermasalah. “Ini untuk mempertahankan pendanaan bergulir bersumber dari APBD yang nilainya mencapai Rp 4,7 miliar,” katanya.
(sumber :
TANGGAPAN SAYA :
Menurut tanggapan saya sesuai contoh kasus diatas adalah, seharusnya pemerintah daerah Semarang meninjau dahulu sebelum ada pihak yang ingin membangun sebuah koperasi. Apakah pihak tersebut bertanggung jawab atau tiodak, prospek dari koperasi tersebut, program yang akan dilakukan oleh koperasi, dsb. Agar tidak terjadi kasus demikian, yaitu banyak koperasi yang tercatat namun ada yang tidak aktif cenderung vakum. Padahal, koperasi memiliki peran penting dalam perekonomian masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Diharapkan, di Semarang atau didaerah manapun di Indonesia tidak akan terjadi kembali hal yang demikian.
ADELIA LARASATI
2EB23
20212145
Tidak ada komentar:
Posting Komentar