Penulis : Imam Prihadiyoko | Rabu,
18 Agustus 2010 | 20:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Meski Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan
negara Republik Indonesia mengedepankan sistem perekonomian Indonesia yang berwatak
sosial untuk kesejahteraan seluruh rakyat, tetapi kini praktiknya yang
berkembang adalah sistem ekonomi sangat liberalis dan terlampu pro-pasar atau
bahkan berpaham neo-liberalisme (neolib).
"Kondisi tersebut
jelas meninggalkan semangat dan agenda perekonomian nasional berbasis
kesejahteraan rakyat. Karena itu, jangan biarkan ekonomi Indonesia menjadi
neolib," ujar Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle, Syahganda
Nainggolan, di Jakarta, Rabu (18/8/2010) malam.
Menurut Syahganda,
masyarakat luas ataupun elite politik di Tanah Air harus mau melakukan kontrol
yang kuat terhadap kecenderungan berkembangnya sistem ekonomi yang semakin
liberal itu, dan mengembalikan arah perekonomian nasional pada agenda
kerakyatan.
"Ekonomi neolib,
selain melanggar konstitusi kita, juga akan menjadi faktor penghalang yang
membuat kita gagal memberikan kesejahteraan kepada rakyat," katanya.
Editor :
I Made Asdhiana
Sumber :
Comments:
Adelia Larasati/20212145/1EB23
Sangat setuju. Karena ekonomi neolib
sama seperti ekonomi liberalisme, atau kebebasan. Sedangkan masyarakat
Indonesia sudah hampir menganut sistem ekonomi ttersebut. Padahal,
Indonesia harusnya menganut sistem ekonomi yang berlandaskan pada UUD 1945 atau
Pancasila, karena dasar-dasar tersebut lebih sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia.
Fathria Dwi
Utami/22212801/1EB23
Sangat setuju.
Karena perekonomian neolib itu sama saja dengan perekonomian liberalisme yang
menganut kebebasan. Neolib juga lebih memperhatikan mekanisme pasar atau melihat
harga pasar internasional. Harga pasar yang menang adalah harga pasar
yang paling kuat. Biasanya harga pasar yang kuat adalah harga pasar
negara-negara kapitalis bukan negara Indonesia yang harga pasar nya masih
lemah. Tentunya hal tersebut sangat membebankan masyarakat, terutama rakyat
kecil. Maka dari itu semoga pemerintah bisa mengontrol perekonomian yang
terlampau neolib, agar masyarakat tidak semakin merugi atau terkena dampaknya.
Nancy Olivia/25212228/1EB23
Sangat setuju. Karena Indonesia
menganut paham sistem ekonomi sosial yang dilakukan demi kesejahteraan
masyarakat Indonesia bukan kesejahteraan sepihak. Contoh yang nyata dalam kasus
ini saya kutip dari sebuah sumber "Indonesia dan Neoliberalisme Entris
Soemantri" yang mengatakan upah pekerja dalam pemahaman neoliberalisme
pemerintah tidak berhak ikut campur dalam masalah-masalah tenaga kerja
sepenuhnya ini urusan antara si pengusaha pemilik modal dan si pekerja.
Pendorong utama kembalinya kekuatan kekuasaan pasar adalah privatisasi
aktivitas-aktivitas ekonomi, terlebih pada usaha-usaha industri yang
dimiliki-dikelola pemerintah. Tapi privatisasi ini tidak terjadi pada negara-negaar
Amerika Selatan dan negara-negara miskin berkembang lain nya. privatisasi ini
telah mengalahkan proses panjang nasionalisasi yang menjadi kunci negara
berbasis kesejahteraan.
Triana Dewi Kartika/27212468/1EB23
Saya setuju dengan
artikel ini, kita tidak boleh membiarkan perekonomian Indonesia menjadi liberal
bahkan neolib karena dengan membiarkan ekonomi kita berkembang sangat liberal
atau menjadi corak ekonomi neolib sama saja kita melanggar konstitusi tertinggi
kita, dan juga akan menjadi faktor penghalang yang membuat kita gagal
memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Pada dasarnya UUD 1945
mengamanatkan negara Indonesia mengedepankan sistem perekonomian yang berwatak
sosial untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Jadi kita sebagai masyarakat luas
maupun kaum elit politik hendaknya agar mengontrol dengan kuat terhadap
kecenderungan berkembangnya sistem ekonomi yang semakin neolib dan berusaha
mengembalikan arah perekonomian nasional kita pada agenda semula yaitu ekonomi
kerakyatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar